DETAIL BERITA

SKS DI SEKOLAH MENENGAH, LEBIH BERKEADILAN

SKS DI SEKOLAH MENENGAH, LEBIH BERKEADILAN


Selama ini kita menganggap Sistem Kredit Semester (SKS) hanya diberlakukan di Perguran Tinggi saja. Ternyata anggapan ini tidak selamanya benar. Nyatanya berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Pembinaan SMA Kemdikbud bahwa pada tahun 2016 SMA penyelenggara SKS berjumlah 104 sekolah yang tersebar diseluruh Indonesia. Rilis data terakhir per 31 Juli 2019, jumlah SMA penyelenggara layanan SKS berjumlah 206 sekolah termasuk SMAN 5 Mataram adalah satu-satunya sekolah penyelenggara SKS di Nusa Tenggara Barat sejak tahun 2006.

 

Mengapa SKS?

          Ditinjau dari segi psikologi bahwa setiap anak adalah individu yang unik. Oleh sebab itu, sebagai peserta didik setiap anak yang datang ke sekolah harus dipandang dan diperlakukan sesuai dengan keunikan tersebut. Mereka memiliki bakat, minat, kemampuan, dan kecepatan belajar yang berbeda. Karena keunikan ini maka sudah sepantasnya setiap peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai yaitu layanan pendidikan masal untuk peserta didik secara individual (mass education of individual) bukan pendidikan individual bagi peserta didik masal (individual education of the mass). Dengan begitu peserta didik dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing.

          Beberapa regulasi telah mengakomodir keunikan dimaksud, diantaranya UU Sisdiknas pasal 12 ayat 1 menyatakan bahwa peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Kemuadian  dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP Pasal 19 ayat (1) disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Diperlukan suatu layanan Pendidikan yang berdiferensiasi bagi masing-masing kelompok peserta didik yang berbeda kecepatan belajarnya sehingga dapat mengakomodir keberagaman bakat, minat, kemampuan, dan kecepatan belajar peserta didik tanpa terganggu dengan peserta didik lain.

Dalam penyelenggaraan SKS, peserta didik menyepakati beban belajar yang akan ditempuh dalam satu semester atau pada semester berjalan sehingga seluruh beban belajar dan mata pelajaran yang dipersyaratkan dalam kurikulum dapat terselesaikan. Melalui pelaksanaan SKS, kemandirian peserta didik dilatih sejak dini. Bagaimana tidak, dengan arahan Pembimbing Akademik dan guru BK, mereka merencanakan beban belajar, mata pelajaran dan masa pendidikan dengan tepat yaitu dalam waktu lebih cepat selama 2 tahun atau 2,5 tahun, atau bahkan lebih lambat yatu 3,5 tahun sampai 4 tahun. Tentu, berdasarkan kurva normal akan ada sebagian besar dari peserta didik yang merencanakan masa Pendidikan di sekolah menengah selama 3 tahun atau 6 semester.

           

Bagaimana dengan program akselerasi?

          Jika ada pertanyaan, apakah perbedaan program SKS dan program akselerasi? Jawabannya adalah program SKS sangat jauh berbeda dengan kelas akselerasi. SKS memberikan layanan yang adil antara peserta didik dengan kemampuan di bawah rata-rata, rata-rata dan di atas rata-rata. Oleh sebab itu program SKS dikatakan lebih berkeadilan. Sedangkan program akselerasi hanya mengakomodir peserta didik yang memiliki intelektual tinggi saja. Program akselerasi memungkinkan adanya diskriminasi antara peserta didik yang pandai dengan peserta didik yang biasa, sehingga melalui Surat Edaran Nomor 6398/D/KP/2014 tertanggal 9 oktober 2014 kemdikbud secara resmi  menghapus program ini.

 

Keunggulan Program SKS

Penerapan SKS di satuan pendidikan memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan pertama adalah pembelajaran lebih fleksibel bagi peserta didik. Layanan ini tentu saja akan menyesuaikan dengan kecepatan belajar peserta didik untuk menyelesaiakan kompetensi yang dipersyaratkan dalam kurikulum.  Keunggulan kedua adalah tidak adanya sistem tinggal kelas. Hal yang selama ini ditakutkan oleh orang tua dan peserta didik adalah tinggal kelas. Pada sistem paket, jika peserta didik tidak naik kelas, maka peserta didik tersebut harus mengulang seluruh mata pelajaran di kelasnya walaupun sebenarnya terdapat beberapa mata pelajaran yang nilainya sudah tuntas bahkan memperoleh nilai baik. Pada layanan SKS hal ini tidak terjadi, siswa yang tidak tuntas pada salah satu atau beberapa mata pelajaran, maka yang akan diremidiasi adalah mata pelajaran-mata pelajaran yang tidak tuntas tersebut. Ini juga yang menjadi alasan menyatakan bahwa SKS lebih berkeadilan. Keunggulan ketiga adalah guru lebih fleksibel dalam pengelolaan kelas. Pembelajaran dapat dilaksanakan secara klasikal, kelompok dan mandiri berdasarkan unit-unit pembelajaran utuh yang sedang ditempuh. Guru lebih optimal dalam melayani perbedaan peserta didik berdasarkan kemampuan dan kecepatan belajarnya. Penggunaan sistem moving class tentu akan memudahkan guru dalam memanajemen kelasnya. Keunggulan keempat adalah massa belajar peserta didik lebih fleksibel yaitu 2 tahun, 2.5 tahun, 3 tahun, 3.5 tahun atau 4 tahun. Masa tempuh Pendidikan 3.5 atau 4 tahun bukan berarti peserta didik tersebut termasuk di bawah rata-rata semua. Bisa jadi mereka adalah peserta didik di atas rata-rata yang sengaja tidak memprogramkan pengambilan beban belajar pada satu atau dua semester karena kebutuhan tertentu misalnya, mengikuti pertukaran pelajar, adanya tawaran job, atau mengikuti program-program tertentu yang dapat menunda masa Pendidikan.

 

Bagaimana Pelaksanaan SKS di Sekolah?

Pelaksanaan SKS di sekolah selaras dengan kebijakan zonasi Kemdikbud. Dengan kebijakan ini setiap sekolah wajib menerima peserta didik pada zonanya. Hal ini, berakibat bahwa peserta didik yang masuk pada suatu sekolah memiliki heterogenitas yang cukup tinggi jika dilihat dari bakat, minat kemampuan dan kecepatan belajarnya. Disinilah peran SKS melayani heterogenitas tersebut secara baik dan berkeadilan. Beberapa prinsip pelaksanan SKS yang harus diperhatikan sekolah peyelanggara antara lain: pertama, setiap peserta didik harus diperlakukan dan dilayani sebagai individu yang unik sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan gaya belajarnya; kedua, pembelajaran harus dikembangkan sebagai proses interaktif yang mengorganisasikan pengalaman belajar untuk membangun sikap, pengetahuan, dan keterampilan, serta karakter melalui tranformasi pengalaman belajar yang bersifat sistematik dan sistemik; ketiga, setiap peserta didik harus difasilitasi sedemikian rupa agar mampu mencapai ketuntasan belajar dalam setiap mata pelajaran secara optimal sesuai kecepatan belajarnya; keempat, Penilaian hasil belajar peserta didik menggunakan penilaian acuan patokan berbasis kompetensi. Kelulusan setiap peserta didik ditentukan oleh penyelesaian seluruh mata pelajaran secara tuntas dan diakhiri dengan Ujian Sekolah atau ujian yang bersifat Nasional sebagai penilaian sumatif; kelima, Bahan belajar dan pembelajaran menggunakan paket belajar utama berupa Buku Teks Pelajaran (BTP) dan/atau modul, yang berbentuk kemasan unit-unit pembelajaran utuh individual yang dapat dipelajari secara mandiri disertai sumber belajar lain; keenam, program pendidikan harus sepenuhnya menggunakan Struktur Kurikulum 2013 beserta semua perangkat pendukungnya yang relevan; dan ketujuh, Guru dan sekolah harus berperan sebagai fasilitator belajar, pengorganisasi belajar, penopang kajian, pembangun karakter, dan sumber belajar. (Musanni, S.Pd., M.Pd.)